Kamis, 23 Mei 2019

Sejarah Tradisi Berbagi Hidangan Berbuka dan Sahur



Suasana berbuka puasa di Masjid Cheng Hoo Surabaya (Istimewa)

Banyak tradisi unik yang dijumpai selama Ramadhan. Salah satunya, berbagi hidangan berbuka ataupun sahur. Di kalangan masyarakat Timur Tengah, tradisi iki akrab disebut ma’idat ar-rahman atau “hidangan Tuhan”. Belakangan, tradisi ini banyak dilakukan kaum Muslim di seantero dunia.

Di Indonesia, tradisi seperti ini banyak digelar di masjid- masjid, perkantoran, dan yayasan-yayasan tertentu. Termasuk yang dilakukan masyarakat di wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Kaum muslim yang shalat Magrib di masjid-masjid saat Ramadhan, tak perlu takut tidak bisa membatalkan puasa. Karena makanan di tempat-tempat ibadah ini, selalu melimpah.

Kini, tradisi ini selangkah lebih maju. Jamuan berbuka atau sahur bisa  diantarkan (delivery) langsung kepada mereka yang tengah berpuasa. Ada yang disalurkan di jalan-jalan atau tak sedikit yang diantar di depan rumah.

Berbuka di Masjid Al Akbar Surabaya (Istimewa)


Sejak kapankah tradisi maidat ar-rahman itu muncul?

Ada banyak versi sejarah yang menyebutkan perihal awal mula tradisi tersebut. Dalam esai berjudul “Mawaid Ar Rahman; Tarikh min At Taqarrub Ila Allah” dalam koran Al Ahraam Du’a Kamal diuraikan beberapa versi sejarah munculnya tradisi memberikan hidangan atau berbuka itu.

Ia mengatakan bahwa sebagian pakar sejarah meyakini akar tradisi “hidangan Tuhan” sudah muncul pada zaman Rasulullah SAW. Saat berada di Madinah, sejumlah delegasi dari Thaif yang masuk Islam memutuskan berdomisili sementara di kota yang konon bernama Yatsrib itu. Rasulullah bersama Bilal bin Rabah mengantarkan sajian berbuka dan sahur kepada mereka.

Tradisi positif ini dilanjutkan oleh para khalifah sesudah Rasulullah. Khalifah Umar bin Khatab bahkan pada 71 H mendirikan Dar Ad Dhiyafah, sebuah lembaga yang didirikan khusus untuk menyambut para tamu dan melayani mereka yang berpuasa.

Aktivitas inipun menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya di kawasan Arab dan wilayah sekitar. Di Mesir, misalnya, tradisi tersebut tumbuh dan berkembang sebagai bagian budaya yang mengakar di masyarakat. Menurut Du’a, sang kolumnis, tradisi “hidangan Tuhan” di Mesir memiliki sejarah panjang. Ia menyebut, Al Laits Bin Sa’adlah yang menyebarkan tradisi itu. Ia adalah ahli fikih yang kaya dan hartawan.

Meskipun santapannya selama Ramadhan sangat sederhana, tetapi ia menyajikan menu terlezat bagi mereka yang berpuasa. Menu favorit yang disajikan kala itu ialah bubur, hingga terkenal dengan sebutan “bubur al-Laits”.

Berbuka puasa di Masjid Al Azhar Mesir. (Istimewa)

Ketika Ahmad Ibn Thulun mendirikan Dinasti Thulun pada 868 M-967 M, tepatnya pada tahun keempat masa pemerintahannya, ia mengumpulkan para jenderal, saudagar, dan tokoh-tokoh penting dalam jamuan pada hari pertama puasa. Dalam pertemuan itu, ia menyerukan agar mereka berbagi atas keleluasaan harta yang mereka miliki terhadap para dhuafa dan golongan yang membutuhkan.

Sedangkan, pada era Dinasti Fatimiyah (909-1171 M) berdiri lembaga yang dikenal dengan sebutan Dar Al Fithrah. Salah satu tokoh terkemuka yang aktif bergelut dan menghidupkan tradisi ini lewat lembaga itu ialah Amir Ibn Ad Dharrat.

Ia memiliki tanah yang menghasilkan juataan dinar setiap tahunnya. Sebagian harta tersebut ia infakkan setiap Ramadhan dengan menyediakan hidangan yang panjangnya mencapai 500 meter.

Saat Khalifah Muiz Liddinillah berkuasa, ia memberikan hidangan berbuka bagi para orang yang berpuasa. Lokasinya dipusatkan di Masjid Amru Bin ‘Ash. Selama Ramadhan, ia mengeluarkan 1.100 jenis makanan dari istananya untuk dibagikan kepada para fakir dan kaum dhuafa pada bulan suci ini.

Kampoengrasa mengucapkan terima kasih kepada tetangga, sahabat, kolega, pelanggan baru, yang telah mengamanahkan tradisi berbagi ini kepada kami. Sejak awal hingga menjelang akhir Ramadhan seperti sekarang...

Sumber: https //republika.co.id/berita/ramadhan/tradisi-ramadhan/prwf37313/sejarah-tradisi-berbagi-hindangan-berbuka-dan-sahur

Selasa, 07 Mei 2019

Pahala Besar Di Balik Anjuran Memberi Makan Berbuka Puasa



Bincangsyariah.Com- Puasa merupakan ibadah yang paling disenangi di sisi Allah SWT. Dalam surat Az-Zumar Allah berfirman “Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.”

Menurut Ibnu Abdul Baar ungkapan puasa untukku menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang paling dicintai-Nya dan hanya Allah yang mengetahui seberapa besar pahalanya. Ini menjadikan puasa mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan ibadah lainnya.

Karena di bulan Ramadan setiap kebaikan Allah janjikan ganjaran berlipatganda, karena itulah Ramadan sarat sebagai moment saling memberi, sebab setiap muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya.

Dalam beberapa daerah moment tersebut larut dalam tradisi saling hantar makanan kepada kerabat ataupun tetangga. Sedang di beberapa kota besar, tradisi itu terwujud dalam tradisi menghantar makanan ke masjid untuk buka puasa para fakir miskin, untuk pekerja yang dalam perjalanan pulangnya singgah berjamaah di masjid, atau juga bagi para pencari ilmu jika masjid tersebut berada di kawasan permukiman mahasiswa.

Bagi hamba yang menyisihkan sebagian untuk memberikan hidangan berbuka bagi orang yang puasa dijanjikan pahala sangat besar. Pahalanya sama besar seperti pahala orang yang berpuasa. Demikian yang dijanjikan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw.,
«مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا»
“Nabi Muhammad Saw. bersabda, ‘Barang siapa memberi makan orang puasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang sedang berpuasa itu sedikitpun.'” Tirmizi mengatakan hadis tersebut sebagai hadis hasan shahih.

Menurut Mahmud Thahan mengutip perkataan As-suyuti dalam Al-Rawi, bahwa ungkapan hasan sahih tersebut menunjukkan perbedaan pendapat di antara ulama dalam menghukumi sebuah hadis.

Artinya, jika hadis tersebut memiliki satu jalur sanad maka hadis tersebut hasan menurut kelompok yang satu dan sahih menurut kelompok satunya. Jika memiliki dua jalur sanad, maka hadis tersebut hasan dari sanad ini dan sahih berdasarkan sanad satunya.

Selain Tirmizi, hadis anjuran memberi makan berbuka tersebut diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadis lainnya, di antaranya; An-Nasai, Ibnu Majah, Al-Darimi, Ahmad, Al-Thabari, Baihaqi, Ibnu ‘Akasir, Ibnu hibban.

Mengenai maksud hadis di atas Al-‘Atsimin menjelaskan dalam kitabnya Syarah Riyadh al-Shalihin, bahwa yang dimaksudkan berbuka disini adalah yang mengenyangkan karena yang demikian lebih memberikan manfat bagi yang berpuasa. 

Tetapi ada juga sebagian ulama lainnya berpendapat sekalipun hanya kurma maka ia tetap mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa.

Momen saling memberi akan semakin bermakna tatkala orang yang menyantap hidangan buka puasa dari kita mendoakan kita dengan doa yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Berikut ini:
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى
“Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku (HR. Muslim)”

Mari kita manfaatkan bulan Ramadan ini meraih pahala sebanyak-banyaknya. Jika punya rezeki lebih mari kita saling berbagi. Baik berupa makanan besar/ makan malam, kue, kurma, ataupun hanya dengan segelas minuman manis. Jika itu semua ikhlas karena Allah Ta’ala, Ia membalasnya dengan memberikan keutamaan yang disebutkan di atas. Allahu a’lam***

Dikutip dari:  https://bincangsyariah.com/ubudiyah/pahala-besar-di-balik-anjuran-memberi-makan-berbuka-puasa/

Nasi Bungkus Kampoengrasa
Isi Nasi Bungkus Kampoengrasa


Mie Berbagi Kampoengrasa

Naskot Sederhana Kampoengrasa

Nasikot Ayam Berbagi Kampoengrasa

Dua menu ke 3 Lokasi, Jumat (11/10/2204)

Nasi Kuning dan Ayam Bakar Nasi Campur. Jumat (11/10/2024), kirim ke SDN Tawangsari, ke  Perumahan Tawangsari Permai, dan Desa Jenek Kecamat...